INDUSTRI PISAU



INDUSTRI PISAU

Bengkel Pisau Indonesia T. Kardin beralamat lengkap di Jalan Hegarsari, berkantor di Jalan
Hegarmanah Tengah No. 46, Kelurahan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Bengkel T. Kardin ini telah beroperasi dari tahun 1992. Produksi bengkel ini telah melebihi 200 pisau tiap bulannya.

Jenis pisau yang dihasilkan selain pisau untuk kegiatan militer dan alam terbuka seperti pisau
lempar, belati, golok, skinner, atau bowie dan modifikasinya, juga pisau untuk kegiatan rumah tangga seperti pisau dapur, pisau steak, dan bedog cepot khas Sunda, rencong Aceh, badik Ujung Pandang, serta Mandau dan seraut Dayak. Bengkel ini juga menerima pembuatan pisau dengan bentuk sesuai keinginan sang pemesan seperti samurai.

PROSES
ALAT DAN BAHAN
Berikut bahan utama yang digunakan dalam pembuatan pisau :
·         Baja atau stainless steel untuk bilah pisau.
·         Kuningan, kayu eboni, resin, tanduk rusa, atau tanduk kerbau untuk gagang pisau.
·         Kain webbing atau kulit sapi untuk sarung pisau.

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan pisau adalah sebagai berikut :
·         Bahan abrasif untuk membentuk pisau. Biasa digunakan amplas dan gerinda.
·         Ferri klorida (FeCl2) untuk mengsketsa logo dan ukiran.
·         Lem untuk menempel amplas pada gerinda amplas.
·         Oli bekas untuk proses oil quenching.
·         Bahan pemoles “langsol” untuk mengilapkan pisau.



Alat yang digunakan dalam proses pembuatan pisau antara lain :
·         gergaji tangan
·         mesin pemotong baja
·         gerinda duduk
·         gerinda tangan
·         gerinda amplas
·         bor kayu
·         mesin poles (buffing)
·         tungku pengerasan
·         alat las gunting
·         kikir
·         mesin bubut
·         mesin pemotong plasma (plasma cutter)

Kedua alat terakhir ini hanya digunakan jika mengerjakan pesanan dalam jumlah yang banyak dan bentuk yang seragam.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pisau meliputi bahan baku untuk pisau, serta bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Bahan baku meliputi:
·         Baja atau stainless steel untuk bilah pisau.
Yang digunakan adalah lempengan paduan logam (ferro alloy) terfabrikasi.
Berikut adalah jenis besi paduan yang digunakan, produsen, beserta komposisi bahan paduannya (selain besi).
Merek dan Tipe
Persentase bahan dalam paduan
C
Si
Mn
P
S
Cr
W
Mo
V
Bohler 440 C stainless steel
1,04
0,74
0,36
0,012
0,003
16,92
-
0,45
-
Bohler ATS 34
1,03
0,25
0,41
0,026
0,001
13,74
-
3,56
-
Bohler D2 Hitachi SLD
1,5
-
-
-
-
12,00
-
1,00
0,80
Hitachi SGT AISI 01
0,9-1,00
0,15-0,35
0,9-1,2
0,025
0,01
0,5-1,00
0,5-1,00
-
-

Penambahan bahan paduan di atas pada besi bertujuan sebagai berikut: Kromium (Cr) memberikan resistansi terhadap korosi bagi besi, mangan (Mn) ditambahkan untuk mencegah efek merugikan dari sulfur yang digunakan dalam produksi besi dan baja, sedangkan silika (Si) ditambahkan untuk mendeoksidasi besi. Sedangkan bahan lainnya seperti fosfor (P), wolfram (W), molibdenum (Mo), dan Vanadium (V) ditambahkan untuk memberikan karakteristik tertentu.

Adapun bahan yang paling sering digunakan adalah jenis D-2.
·         Kuningan, kayu eboni, resin, tanduk rusa, atau tanduk kerbau untuk gagang pisau.
·         Kain webbing atau kulit sapi untuk sarung pisau.eHergds
Sedangkan bahan yang sering digunakan dalam pembuatannya, meliputi:
·       Bahan abrasif untuk membentuk pisau. Yang paling mudah habis yaitu amplas bagi gerinda amplas, kemudian mata gerinda tangan. Amplas yang digunakan berukuran (dari kasar ke halus), amplas nomor 0, 240, 500, dan 1000. Mata gerinda tangan yang digunakan adalah Nippon Resibon dengan bahan carborundum (SiC) dan nomor spesifikasi A24S, sementara roda mesin poles menggunakan jenis roda lunak yang disebut “Voleac”.

No. amplas
Merk
Bahan
Nomor Spesifikasi
0
Norton
Corundum (Al2O3)
K-283 P 150 J
240
Komatsubaru Eagle
Corundum (Al2O3)
Cc-240 Cw
500
Daesung
Silikon karbida (SiC)
Cc-500 Cw
1000
Daesung
Silikon karbisa (SiC)
Cc-1000 Cw

·       Ferri klorida (FeCl2) untuk mengetsa logo dan ukiran.
·       Lem untuk menempel amplas pada gerinda amplas.
·       Oli bekas untuk proses oil quenching.
·       Bahan pemoles “langsol” untuk mengilapkan pisau.

PROSES PEMBUATAN PISAU
Rounded Rectangle: Pembakaran dan penempaan bahan empu (damask) (3a)Rounded Rectangle: Pengukiran (9a)
Keterangan:
·         Seluruh proses dikerjakan di bengkel Jl Hegarsari, kecuali yang bertanda (*), dikerjakan di kantor Jl Hegarmanah
·         Garis tipis berwarna hitam menunjukkan alur proses yang hanya dikerjakan untuk pesanan khusus (tidak selalu dikerjakan)
·         Proses yang dicetak tebal dalam kotak berbayang adalah proses yang menghasilkan banyak debu
Description: http://www.tokopisau.com/images/bengkel_1.jpgDescription: http://www.tokopisau.com/images/bengkel_2.jpg
Description: http://www.tokopisau.com/images/bengkel_3.jpg Description: http://www.tokopisau.com/images/bengkel_4.jpg

KEADAAN DEBU DI TEMPAT KERJA
Pada pengukuran debu di ruangan kerja dengan menggunakan alat cascade impactor, diketahui bahwa lebih dari separuh (56,9 %) partikel di ruangan kerja berukuran lebih besar dari 9 . Sementara persentase debu pada ukuran median partikulat terespirasi, yaitu 4 (ACGIH, 1999), adalah sebesar 5,8 %.
Sedangkan dari pengukuran debu dengan menggunakan alat Gilian HFS Personal Sampler selama 8 jam kerja, diperoleh konsentrasi debu terespirasi sebesar 3,7 mg/m3. Penjelasan lebih lanjut mengenai hasil pengukuran ini dapat dilihat pada Bab 4 (Data dan Analisis Lingkungan Kerja).

KONDISI PEKERJA
Industri ini memiliki bengkel kerja dengan luas 1000 m2 dengan jumlah karyawan 40 orang yang telah mempunyai pengalaman baik dalam pembuatan pisau Handmade. 40 orang ini meliputi 27 orang pengrajin yang bekerja di bengkel, serta 13 orang di bagian desain, administrasi, pemasaran, dan transportasi, yang bekerja di kantor.
Peralatan yang dipergunakan cukup untuk mendukung kerja mereka, kapasitas produksi saat ini adalah 300 bilah pisau dalam satu bulan. Bahan baku tersedia dengan kapasitas melebihi produksi. Seluruh pengrajin bekerja pada saat yang sama dan tidak dibagi-bagi dalam shift tertentu, dengan jam kerja sebagai berikut:
Hari
Waktu kerja
Jam kerja / hari
Jam kerja / minggu
Senin – Kamis
08.00-12.00
13.00-16.00
7 jam
39,5 jam
Jumat
08.00-11.30
13.00-15.00
5,5 jam
Sabtu
08.00-12.00
13.00-15.00
6 jam

Masing-masing pekerja melakukan satu jenis pekerjaan tertentu sesuai dengan keahliannya, kecuali pekerja baru yang berotasi melakukan berbagai pekerjaan hingga diketahui minat dan bakatnya.
Umumnya pekerja tidak mengenakan Alat Pelindung Diri yang disyaratkan seperti masker, kacamata pelindung, ataupun sarung tangan, meskipun alat-alat tersebut telah disediakan. Mereka berpendapat bahwa alat-alat tersebut membuat gerah dan mengganggu gerak mereka dalam bekerja. Beberapa pekerja menggunakan sapu tangan untuk menutupi hidung mereka dari debu yang dihasilkan oleh proses. Tidak ada pakaian kerja khusus. Setelah selesai bekerja, mereka menggunakan tiupan udara dari kompresor untuk melepaskan debu yang menempel di pakaian mereka sebelum pulang.
Secara umum, kondisi kesehatan pekerja terlihat kurang baik. Pengaruh debu di ruang kerja terhadap kesehatan pekerja antara lain terlihat dari keluhan gangguan kesehatan dari pekerja, yaitu sering batuk-batuk dan sakit dada.

Tidak digunakannya Alat Pelindung Diri, yang telah disediakan, menyebabkan terhirupnya uap dan debu-debu tersebut sehingga masalah kesehatan pun timbul, seperti para pekerja menjadi batuk-batuk dan sesak napas. Maka dari itu, diperlukan adanya sistem ventilasi pembuangan lokal di dalam tempat kerja tersebut sehingga debu-debu yang dihasilkan dapat dialirkan ke tempat yang semestinya dan tidak terhirup oleh para pekerja. Selain itu, dibutuhkan pencerdasan berupa training bagi para pekerja tentang bahaya dari pekerjaan yang mereka lakukan sehingga para pekerja bersedia untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan juga agar mereka terbiasa bekerja dengan menggunakan APD.

KONDISI SISTEM EXHAUST YANG ADA
Belum ada Sistem Ventilasi Pembuangan Lokal dalam bentuk apapun di daerah perencanaan. Dengan adanya sistem ventilasi pembuangan lokal dan training, memang dibutuhkan biaya tambahan. Dalam bengkel pisau ini menghasilkan uap berbahaya (dari feri klorida yang digunakan untuk etching) dan debu berbahaya (mulai dari pemotongan, pengerasan, pengoksidasian, hingga penghalusan). Akibat tidak adanya sistem ventilasi pembuangan lokal pada tempat kerja, debu-debu yang dihasilkan tidak dapat keluar dari tempat tersebut, melainkan berputar-putar dan terhisap oleh para pekerja.